Selasa, 14 Maret 2017

[Resensi Novel] Dahlan – Haidar Musyafa

[Identitas Buku] 
Judul Buku : Dahlan
Penulis        : Haidar Musyafa 
Penerbit      : Javanica Kaurama
Cetakan      : Cetakan Ke-1
Tahun Terbit : Januari 2017
Halaman      : 414 halaman 
ISBN          : 978 - 602 – 6799 – 20 – 3 
Harga          : Rp. 88.000 (sebelum diskon di http://www.bukukita.com/Biografi-dan-Memoar/Biografi/148932-Dahlan-Sebuah-Novel.html )
My Rating    : 3.8 / 5 bintang 
****
[Blurb]  
Ia terlahir dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya, Kyai Abu Bakar, seorang Ketib Amin di Masjid Gede Yogyakarta. Semenjak remaja ia sering bertanya: kenapa umat islam begitu terpuruk dalam banyak hal? Saat itu ia berpikir umat Islam terkungkung oleh hal-hal takhayul. Ia pernah mencoba bertanya dan memberontak, tetapi justru penolakan dan cacian yang didapatkannya.  

Keresahan batin mendorong Darwis menuntut ilmu setinggi-tingginya, hingga takdir melayarkannya ke Mekah. Di Mekah ia belajar pada banyak guru. Ia pun berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy, Imam Besar Masjidil Haram dari Sumatera, bersama teman seperjalanan dari Jombang: Hasyim Asy’ari. Di Mekah pula ia mendapat nama baru: Ahmad Dahlan. Sepulang dari Tanah Suci ia diangkat menjadi Ketib Amin Masjid Gede oleh Sultan Hamengkubuwana VII dan mendapat gelar Raden Ngabehi. Hasrat terpendam untuk memajukan umat islam mengilhaminya mendirikan sebuah peryarikatan bernama Muhammadiyah. Ia bercita-cita Muhammadiyah bisa menjadi lokomotif perubahan bagi umat Islam di Nusantara.

Dahlan adalah sebuah novel langka yang membabar kehidupan, pemikiran, dan perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan, seorang ulama besar pemancang tonggak pembaharuan Islam di Nusantara.
****
[Resensi] 
“Selama ini kita beragama, tapi tidak punya pengetahuan yang cukup, sehingga kita kesulitan untuk menjalankan agama Islam sesuai dengan syariat yang sebenarnya. Agama yang tidak diimbangi ilmu pengetahuan yang cukup itulah yang aku umpamakan sebagai gayung yang sudah bocor dan rusak gagangnya, sehingga kita tidak dapat menggunakan dan mengambil manfaat darinya.” (Hal. 9)  

        Muhammad Darwis adalah nama K.H. Ahmad Dahlan sewaktu kecil. Darwis dilahirkan di Kauman pada tanggal 1 Agustus 1868 M, Ia merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dan merupakan satu-satunya anak lelaki. Ayahnya bernama Abu Bakar yang merupakan seorang ulama dan guru ngaji yang cukup terpandang di daerah Kauman, sekaligus menjabat sebagai Ketib Amin di Masjid Gede Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sedangkan, ibunya bernama Siti Aminah yang juga seorang perempuan terpandang di Kauman karena anak dari Kyai Haji Ibrahim yang merupakan penghulu besar di Masjid Gede Kasultanan Ngayogyakarta, selain sebagai ibu rumah tangga, ibunya juga mengajar anak-anak perempuan Kauman membaca kitab suci Al-Quran. 

        Sedari kecil, Darwis tidak pernah mengenyam pendidikan formal, ia dididik oleh kedua orangtuanya melalui jalur non formal yang lebih banyak membahas soal agama dengan mengikuti banyak pengajian dan kebetan kitab di sekitar Kauman. Padahal sebenarnya, Darwis pun ingin sekali sekolah di jalur formal, Ia yakin bapaknya mampu untuk menyekolahkannya, namun hal ini ditolak mentah-mentah oleh Sang Ayah. 
"Tapi Darwis kira tidak ada salahnya jika kita juga sekolah, Bapak. Jelas-jelas pendidikan membuat anak-anak priyagung itu maju. Sementara kita yang tidak sekolah benar-benar kurang wawasan. Tak heran jika anak-anak sekolah itu selalu menghina anak-anak Kauman, karena memang bodoh dan kurang wawasan." (Hal. 26) 

 Dengan kata-kata keras Bapak melanjutkan, “Pahami ya, Wis! Sekolah yang kamu maksud itu sekolahnya orang-orang kafir. Dibangun oleh penjajah untuk memperbodoh bangsa kita! Yang mereka pelajari hanya ilmu dunia, dan tidak mempelajari ilmu agama. Bisa keblinger nanti jika kamu Bapak masukkan di sekolah itu.” (Hal., 27)  


Meskipun Darwis tidak berhasil membujuk Sang Ayah untuk menyekolahkannya, tetapi Darwis tetap tekun belajar mengenai Islam, dan hasilnya Ia tumbuh menjadi anak yang sedari kecil telah memiliki pemikiran-pemikiran yang kritis mengenai perkembangan Islam, khususnya Islam di Kauman yang cenderung bercampur baur dengan adat istiadat, Ia seringkali bertanya kepada ayah dan para gurunya, namun tetap saja, tidak mendapatkan jawaban yang dapat memuaskan hatinya. Namun Ia bersabar, dirinya sadar bahwa oranglain masih melihat Ia sebagai anak kecil, sehingga Ia pun tidak dapat berbuat apa-apa, yang dapat dilakukannya hanya terus belajar dan mengkaji ilmu agama, hingga nanti ketika sudah waktunya Ia yakin dapat mengajak masyarakat Kauman untuk mengenal Islam yang murni, Islam yang tidak dicampur adukkan dengan adat istiadat yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. 

Mulutku terkunci. Hatiku berkata, “Ternyata dugaanku selama ini benar, akidah masyarakat Kauman memang sudah benar-benar rusak. Mereka sudah berani mencari pelindung selain Gusti Allah. Keyakinan bahwa sesajen akan menyelamatkan dari marabahaya benar-benar sudah melekat kuat di hati masyarakat. Tentu tak mudah memperbaiki masyarakat yang sudah bobrok seperti itu jika tidak dilakukan dengan sabar dan hati-hati.” (Hal. 71)
****
Dahlan merupakan salah satu novel karya Haidar Musyafa, novel ini merupakan novel biografis tentang perjalanan hidup K.H.Ahmad Dahlan, dan merupakan novel pertama karya Haidar Musyafa yang saya baca. Haidar Musyafa ternyata sudah menghasilkan karya yang lumayan banyak, dan memang sudah terbiasa menuliskan novel biografi sejenis ini.

Bagi saya pribadi, cerita mengenai K.H.Ahmad Dahlan tidaklah asing, tentunya pemikiran-pemikiran beliau pun sudah tidak terlalu asing untuk saya, karena saya memang mengenyam pendidikan di sekolah Muhammadiyah, yang merupakan salah satu buah dari hasil pemikiran dan kerja keras K.H.A.Dahlan. Tetapi, cerita yang saya dapatkan masih bentuk potongan-potongan cerita, termasuk pemikiran-pemikiran beliau mengenai Islam, hanya sedikit sekali yang saya tahu, padahal sudah sejak lama saya penasaran. Beliau memang semasa hidupnya lebih senang melakukan kerja nyata dan mengedepankan amaliah dalam melakukan dakwah dan pembaharuan islam kepada masyarakat, bukan seorang cendekiawan yang meninggalkan jejak-jejak berupa tulisan. Oleh karena itulah, kehadiran novel ini membuat saya sangat bersyukur dan senang sekali, karena dengan begitu saya dapat mempelajari dan mengenal sosok beliau lebih dekat lagi, sekaligus dapat mengetahui gagasan-gagasannya serta pemikiran-pemikirannya mengenai pembaharuan islam.

Jika kamu sudah pernah menonton film Sang Pencerah, maka secara garis besar cerita novel ini tidak jauh berbeda dari filmnya, hanya versi lengkapnya saja, dan memang jauh lebih lengkap novel ini daripada filmnya. Novel ini menceritakan kisah K.H.Ahmad Dahlan secara runut dan berurutan, sehingga pembaca lebih mudah untuk menerima jalan ceritanya. Ketika menonton film Sang Pencerah, saya merasa ada beberapa adegan yang terasa hilang pesannya, naah setelah membaca novel ini barulah saya paham.

Novel ini menggunakan sudut pandang pertama, di mana penulis memposisikan diri sebagai tokoh utama, sehingga menggunakan kata ganti Aku. Menurut saya, di awal bab, novel ini terasa kaku karena terlalu banyak pengulangan kata "aku", lumayan mengganggu. Namun, disisi lainnya, penggunaan sudut pandang ini, membuat pembaca dapat memposisikan diri sebagai tokoh utama yaitu sebagai K.H.Ahmad Dahlan, sehingga pembaca dapat merasakan emosinya, dapat merasakan kegelisahan-kegelisahan beliau terhadap perkembangan islam di Kauman, dan juga membuat pembaca lebih merasa dekat dengan tokoh tersebut.

Novel ini menyajikan cerita perjalanan hidup K.H.A. Dahlan dari kecil hingga menemui ajalnya. Sangat terasa kalau penulis memang melakukan riset yang cukup mendalam sebelum menuliskan kisah beliau, karena novel ini termasuk mendetail dalam menceritakan kisah hidup K.H.A.Dahlan, apalagi penulis dari awal sudah mengajak pembaca untuk mengikuti pemikiran-pemikiran kritis beliau mengenai Islam di Kauman.

Saat pertama kali berangkat ke Tanah Suci, di sana K.H.A.Dahlan menimba ilmu agama dari para Syekh, salah satunya yaitu Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy, dari Syekh Ahmad Khatib lah beliau banyak mendapatkan pencerahan sekaligus pemahaman baru soal ajaran agama, di sini diterangkan bahwa beliau memang tertarik dengan pemikiran dan gagasan mengenai sistem pembaharu islam yang dikampanyekan oleh Syekh Muhammad Abduh dan Syekh Jamaluddin Al-Afghany, yang merupakan dua ulama pembaharu dan reformis Islam yang berasal dari Mesir dan Afghanistan. 
"Sedikit demi sedikit, pemikiran Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghany mulai meresap dalam pemikiranku. Apa yang disampaikan kedua ulama pembaharu itu, sekaligus yang disampaikan oleh Syekh Ahmad Khatib, sesuai dengan jalan pikiranku dalam memahami ajaran agama islam. Islam yang berpegang teguh pada ajaran Al-Quran dan bertumpu pada hadis-hadis Nabi. Tanpa campur aduk dengan budaya-budaya dan adat istiadat yang cenderung menyesatkan masyarakat dari jalan Islam yang lurus." (Hal. 122)

Dakwah yang dilakukan K.H.A.Dahlan sebenarnya mengikuti cara Nabi Muhammad SAW, yaitu melalui cara halus, tidak memaksa, dan lemah lembut. Namun, tetap saja, banyak sekali pro dan kontra yang terjadi sejak K.H.A.Dahlan melakukan perubahan sedikit demi sedikit di lingkungan Kauman, banyak yang mendukungnya, tetapi banyak juga yang menolaknya. Bahkan beliau sampai dituduh sebagai Kyai yang sesat.
"Memilih jalan hidup yang bertentangan dengan adat dan tradisi masyarakat bukan perkejaan mudah. Selain membutuhkan banyak tenaga dan pikiran, ada konsekuensi besar yang harus ditanggung, yaitu dimusuhi dan dikucilkan warga. Hal seperti itulah yang aku alami sejak memilih berdakwah dengan pemikiran-pemikiran Islam modern." (Hal. 289)

Banyak sekali cerita yang mampu menyesakkan hati yang berhasil novel ini sajikan, salah satunya saat Langgar Kidul dirobohkan atas perintah dari Kyai Penghulu. Padahal bagi K.H.A.Dahlan, Langgar Kidul adalah tempat yang sangat penting untuk dirinya dan murid-muridnya, sekaligus merupakan Langgar yang harus dijaga berdasarkan pesan dari alm.bapaknya.
Tadi malam, kira-kira jam delapan malam, ada sekitar sepuluh orang datang ke Langgar Kidul,” kata Walidah seraya menahan isak. “Mereka datang dengan muka masam. Mereka bawa kampak, linggis, bodem, tambang, dan perlengkapan kuli bangunan lainnya.” (Hal. 190)

"Karena kami tidak tahu-menahu persoalannya, ya kami langsung menuruti kemauan mereka. Mereka sudah membawa peralatan lengkap dan senjata tajam, tentu saja itu membuat seluruh jamaah Langgar Kidul ketakutan. Mereka langsung keluar dan berlari menjauh dari Langgar Kidul." (Hal. 190 - 191)

Saat itu beliau hampir menyerah dan meninggalkan Kauman, beruntungnya ada keluarga yang tetap tenang dan terus mendukung beliau. Hingga akhirnya, Langgar Kidul yang dirobohkan tersebut pun akhirnya dibangun kembali. Meskipun banyak cacian yang diterima oleh K.H.Ahmad Dahlan, tetapi beliau tetap terus berdakwah tanpa kenal lelah demi mewujudkan islam yang sebenar-benarnya di Kauman. 

Menurut saya, K.H.A.Dahlan ini sangat keren :D, salah satu tokoh yang pemikiran serta gagasannya masih diperlukan untuk kemajuan Islam di Indonesia ini. Beliau tidak pernah merasa tinggi hati dan tidak pernah merasa puas sekalipun wawasannya memang sudah sangat luas, sepanjang hayat beliau terus belajar dan terbuka dengan ide-ide baru, serta tidak ragu untuk mencoba hal baru. Hal ini dibuktikan dengan menjadi anggota dari Jami’atul Khoir, Budi Utomo, menjadi guru agama di Kweekschool, membangun sekolah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah untuk murid-muridnya, hingga akhirnya beliau mendirikan Peryarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H.
"Aku memberikan penjelasan bahwa dengan menggunakan nama Muhammadiyah, aku berharap semua anggota perkumpulan dapat menjadikan Kanjeng Nabi Muhammad sebagai teladan, bersemangat mengikuti ajarannya, dan menghidupkan sunnah-sunnah beliau." (Hal. 295)
"Aku juga berharap Muhammadiyah akan menjadi organisasi umat Islam sampai akhir zaman, sebagaimana Kanjeng Nabi Muhammad menjadi penutup para nabi. Adapun tambahan kata “i” di belakang nama “Muhammad” dimaksudkan agar siapa saja yang menjadi anggota organisasi atau perkumpulan Muhammadiyah dapat menyesuaikan diri dengan perikehidupan Kanjeng Nabi." (Hal. 295)

Saat Persyarikatan Muhammadiyah berhasil didirikan, bukan berarti dakwah beliau telah selesai, justru saat itulah perjuangan beliau semakin berat, terutama saat anggota Muhammadiyah mulai banyak, benih-benih komunis hampir saja menyusup ke dalamnya, untung saja beliau cepat menyadari hal ini, sehingga dapat bertindak secara tegas dan menolak ideologi yang mengarah kepada komunis tersebut.
"… Dari situ aku paham, selain melakukan propaganda politik, ISDV berusaha menciptakan perpecahan dengan menyebarkan bermacam isu sehingga membuat organisasi Islam terpecah dan saling curiga. Menyadari hal itu akan membawa dampak buruk bagi perkembangan umat Islam, khususnya Muhammadiyah, aku segera mengumpulkan petinggi Hoofd Bestuur Muhammadiyah dan Sarekat Islam. Tujuanku hanya satu, menegaskan bahwa Hoofd Bestuur Muhammadiyah menolak propaganda ISDV." (Hal. 381)

Naah, perlu diingat K.H.A Dahlan juga hanya manusia biasa, jadi tentulah pasti ada sisi beliau yang mungkin dapat membuat pembaca kecewa. Saya pribadi memang agak kecewa dengan keputusan poligami yang beliau pilih, tetapi tidak mengurangi rasa hormat dan kagum saya terhadap beliau, kalau saya sedikit kecewa ya wajarlah karena saya kan hanya perempuan biasa 😜 . Sebelum membaca novel ini, saya hanya sekedar tahu tapi tidak pernah mau mencari tahu mengenai poligami yang beliau lakukan, tetapi ternyata di novel ini pun dibahas, sehingga mau tidak mau membuat saya membaca kisahnya. Sedikit demi sedikit saya menjadi paham alasan beliau mau melakukan poligami, alasannya pun sangat luar biasa, yaitu untuk berdakwah dan demi meluasnya dakwah Persyarikatan Muhammadiyah.

Membaca novel ini membuat saya menyadari bahwa Muhammadiyah bisa maju dan terus berkembang hingga hari ini karena memang berasal dari para pemikir yang hebat dan luar biasa, maka sudah sepantasnya kita sebagai generasi penerusnya harus lebih banyak bersyukur dan menjaga warisan yang berupa ilmu serta peryarikatan ini. Perjuangan K.H.A.Dahlan dalam berdakwah tidak terlepas dari bantuan dan peran banyak orang, diantaranya yaitu Nyai Walidah sebagai istrinya, keluarga besarnya, serta murid-murid yang senantiasa mendukung dakwah beliau tanpa pernah mengenal lelah. Membaca novel ini pun akhirnya membuat saya penasaran untuk mengetahui cerita dari sisi Nyai Walidah selaku istri K.H.A.Dahlan yang selalu setia mendampingi perjuangan beliau hingga akhir hayatnya.  

K.H.A Dahlan meninggal dunia di usia yang ke-54 tahun, bertepatan pada tanggal 23 Februari 1923 M. Saya terharu membaca pesan terakhir beliau sebelum meninggal dunia, dari kecil hingga meninggal dunia beliau mendedikasikan dirinya untuk dakwah islam. :’))
“Karena itu, jika tiba waktunya nanti Gusti Allah Kang Nggelar Jagad memanggilku, aku memintamu meneruskan perjuangan Muhammadiyah. Dekatilah orang-orang terpelajar yang masih belum mengerti ajaran Islam dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga mereka mengenal kita dan kita juga semakin mengenal mereka. Dengan cara seperti itu, aku berharap akan terjadi hubungan timbal balik yang sama-sama menguntungkan, yaitu sama-sama memberi dan sama-sama menerima.” (Hal. 403).  

“Usia manusia itu sudah ada yang menentukannya, Nyai. Tidak seorang pun di dunia ini yang hidup abadi. Karena itu, jika aku meninggal nanti, janganlah kalian menangisi kepergianku. Janganlah kalian saling berebut untuk menguasai harta peninggalanku. Karena aku tidak punya apa-apa yang bisa kuwariskan kepada kalian. Aku hanya punya Muhammadiyah yang aku tinggalkan untuk kalian. Pesanku, hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dari Muhammadiyah.” (Hal. 405).  

Naah, buku ini saya rekomendasikan untuk siapa saja yang menyukai sejarah dan biografi tokoh, terutama untuk kamu yang mengaku sebagai anggota dari Peryarikatan Muhammmadiyah 😊 Selamat Membaca! :’))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar