Sabtu, 01 Juli 2017

[Resensi Novel] With or Without You– Prisca Primasari



[Identitas Buku]

Judul Buku      : With or Without You

Penulis             : Prisca Primasari

Penerbit           : Gagas Media

Cetakan           : Cetakan Ke-1

Tahun Terbit    : 2016

Halaman          : 234 Halaman

ISBN               : 978-979-780-861-7

Harga              : Rp. 57.000,-

Rating              : 3.8 / 5 🌟

****

[Blurb]

Apa jadinya jika Gris, pria pengkhayal dan pelupa itu, hidup tanpa Tulip yang penyabar dan teratur? Dahulu, hal itu tak pernah terlintas di benaknya. Mereka saling menyayangi dan seakan telah ditakdirkan untuk saling melengkapi.

Namun, hidup selalu menyembunyikan sesuatu. Menjelang hari bahagia mereka, ketakutan diam-diam menyusup di sudut hati Gris. Kecerobohannya mungkin akan membuat Tulip pergi dari hidupnya.
 
Gris tak pernah membayangkan itu terjadi karena selama ini keinginannya tak banyak: hanya ingin membahagiakan Tulip dan tetap bersamanya. Namun, hidup selalu punya teka-teki. Apa jadinya cinta tanpa kebersamaan? Bagaimana jika itu yang terbaik yang ditawarkan hidup kepadamu? 

 Keresahan menggelayuti hati Gris. Adakah kesempatan untuk mengubah akhir cerita menjadi seperti seharusnya?
****

[Review]

“Even since I’ve met her, only good things happen.” (Hal. 215)

      
         With or Without You menceritakan kisah cinta antara Gris dengan Tulip, keduanya akan melaksanakan pernikahan tetapi justru ujian satu persatu hadir dan menguji mereka berdua. Salah satunya adalah Gris yang dipecat dari pekerjaannya, mau tidak mau sebagai seorang laki-laki, ia pasti mengalami perasaan takut karena tidak memiliki pekerjaan tetap yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan Gris dan Tulip pasca menikah nanti. 
        Tulip kaget namun tidak membuat Gris tertekan lebih jauh lagi, Ia tetap optimis kalau Gris akan secepatnya mendapatkan pekerjaan kembali. Namun berbeda dengan ibu Tulip yang mau tidak mau resah serta cemas memikirkan anaknya yang akan menikah dengan seorang pengangguran.
      Selain Tulip dan Gris, ada juga seorang tokoh bernama Flynn yang membawa aura misterius datang secara mengejutkan, kemudian memberikan sebuah buku karya Edgar Allan Poe kepada Tulip serta Gris dan menyelipkan sebuah alamat rumah Wilhelm Beauvoir ke dalamnya. Gris ini tipe laki-laki yang menyukai buku-buku dan dunia misteri, sehingga kehadiran Flynn meksipun aneh tetap saja menjadi hal menarik bagi Gris. 
       Cerita di novel ini khas mba Prisca yang memang mahir sekali menyajikan cerita berlatar belakang dongeng dan misteri. Alur ceritanya pun jelas dan simple, pembaca diajak untuk memecahkan teka-teki yang disajikan di dalam novel ini. Sebagai pembaca, saya dibuat gregetan oleh jalan cerita di novel ini karena ingin segera tahu siapa sebenarnya Flynn dan apa maksud dari permainan yang sedang dimainkannya, ingin cepat-cepat selesai, namun saya juga paham tidak mungkin Gris yakin begitu saja untuk mengikuti permainan Flynn karena dia sendiri sedang sibuk dengan urusan mencari pekerjaan. Setting tempat novel ini menyajikan kota fiktif namun terasa manis dan horrornya pun dapat, penulis memang berhasil memasukkan unsur dongeng ke dalam cerita ini. 
        Interaksi antara Tulip dan Gris juga terjadi secara manis dan dewasa sehingga memberikan aura ketenangan bagi pembacanya.
“Gris pernah bilang, kebiasaan-kebiasaan Tulip bagaikan deretan buku yang diatur secara alfabetis, di dalam rak buku yang tidak berdebu. Teratur. Rapi. Sesuai rencana. Membosankan. 
Namun, ‘rak buku’ itu perlahan berubah setelah Gris masuk ke kehidupan Tulip. Gris menggoda Tulip dengan mengacaukan jadwal-jadwalnya, memberi kejutan, bahkan mengusulkan pergi ke tempat-tempat yang tidak pernah Tulip ketahui. Tadinya, Tulip mengira itu bencana. Ternyata tidak. ‘Rak buku’ Tulip malah terlihat lebih hidup dan semarak, seperti tebaran permen di tengah kado-kado ulang tahun.” (Hal. 15)


        Sedangkan, keberadaan Flynn di dalam novel ini memberikan warna bagi tokoh-tokoh lainnya, Flynn ini tipe laki-laki yang ngeselin tapi ngegemesin..duuh 😍

“Percuma kalian nebak-nebak. Pola pikirnya aneh, Flynn itu. Kalau mau tahu alasannya, kalian mesti Tanya sendiri. Cuma … yah … kalau lagi nggak pengin ditemui, dia nggak akan bisa ditemui. Sukanya keluyuran ke sana kemari. Tempat tinggalnya selalu pindah-pindah nggak jelas.” (Kirana – Hal. 64)



       Meskipun ada beberapa hal yang kurang saya mengerti, seperti Tim Burton karena memang saya belum pernah membaca buku karangannya Edgar Allan Poe *ampuun norak amat* 😂 , tetapi novel ini tetap layak untuk kamu baca. 
       Hal yang saya sukai dari novel ini adalah permasalahan utama antara Gris dan Tulip dapat selesai berbarengan dengan penyelesaian teka-teki yang diberikan oleh Flynn, selain itu juga tidak adanya tokoh antagonis. 
       Novel ini memberikan pembaca untuk melihat beraneka ragam bentuk mencintai dan kehilangan dari sudut pandang laki-laki. Novel ini cocok dibaca untuk kamu yang menyukai cerita dibalut teka-teki atau msiteri, serta untuk kamu yang menyukai dunia dongeng.  Selamat Membaca! : ))

“Mencintai selamanya. Mengenang selamanya.” (Tulip - Hal. 67)

“Katanya, ketika kita berpisah dengan orang yang sangat dicintai, akan muncul luka sangat parah yang menganga di hati, yang tidak akan bisa diobati kecuali kalau kita kembali kepada orang itu.” (Gris – Hal. 133)  

“Aku mempunyai nama yang bukan milikku. Orang-orang sedih ketika melihatku, karena suatu saat nanti, mereka akan berbaring sendirian bersamaku setiap hari. Apakah aku?” (Flynn- Hal. 137)



Selamat Membaca dan berimajinasi 😉



Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Baca Buku Prisca dalam #bacabukuprisca

[Resensi Novel] Heartwarming Chocolate – Prisca Primasari

[Identitas Buku]
Judul Buku      : Heartwarming Chocolate
Penulis             : Prisca Primasari
Penerbit           : Bentang Pustaka
Cetakan           : Cetakan Ke-1
Tahun Terbit    : 2016
Halaman          : 228 Halaman
ISBN               : 978-602-291-139-5
Harga              : Rp. 49.000,-
Rating             : 3.5 / 5 🌟
***
[Blurb]
What??? Marzipan tutup? Viola shock berat begitu tahu kedai minuman cokelat favorit itu tutup untuk selamanya. Karena itu, ia dan Auden –pria yang baru saja ditemuinya dan sama-sama penggemar berat Marzipan—mencari tahu alasan kedai itu bubar jalan. Ternyata Marzipan memang harus tutup karena pemiliknya akan pindah ke luar negeri.

Sebelum pergi, pemilik kedai malah memberikan tantangan kepada Viola dan Auden. Kalau pengin banget minum, kenapa tidak bikin sendiri? Shock tahap dua! Viola tidak pernah akur dengan urusan dapur, ia hanya bisa saling pandang dengan Auden.

Demi dapat merasakan lagi surga kelezatan cokelat Marzipan, Viola dan Auden jadi sering bertemu. Di tengah rasa penasaran menemukan racikan cokelat yang pas, secara perlahan Viola dan Auden mulai saling membuka diri. Sayangnya, salah seorang dari mereka terlalu jauh menyelami luka terdalam yang lainnya. Hubungan yang harusnya berlanjut hangat, terpaksa tersendat.
***
[Resensi]
          Viola sudah seperti kecanduan minuman cokelat buatan kedai Marzipan, baginya minuman tersebut adalah mood booster-nya, setelah lelah bekerja seharian, meminum cokelat Marzipan menjadi kenikmatan sendiri untuknya. Untuk mendapatkan minuman cokelat Marzipan pun membutuhkan perjuangan luar biasa, kedai ini hanya buka dari pukul 06.00 – 12.00 setiap harinya, setiap pagi harus sabar berbaris dalam antrian.
         Namun, dua hari berturut-turut Viola tidak mendapatkan mood booster-nya karena ulah Olav yang merupakan adiknya, tanpa rasa bersalah Olav meminumnya, dan hari selanjutnya Olav menyajikan minuman cokelat Marzipan milik Viola untuk Ben yang sedang bertamu ke rumahnya. Nasi sudah menjadi bubur, meskipun sudah memarahi Olav tetap saja dark chocolate milik Viola tidak akan kembali lagi. Viola pun memutuskan untuk kembali membelinya esok hari, tetapi keesokan harinya justru ia mendapatkan hal yang mengejutkan, yang membuatnya seperti kehilangan arah, ia mendapatkan kenyaataan bahwa Kedai Marzipan tutup secara permanen.
“Halo. Kami beri tahukan bahwa mulai hari ini, tanggal 13 Februari 2015, kedai Marzipan tutup untuk seterusnya. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Kami sangat menghargai kunjungan Anda.
Owner Kedai Marzipan.”
(Hal. 24)

       Auden pun sangat menyukai minuman cokelat dari kedai Marzipan. Maka, Auden pun menunjukkan reaksi yang tidak jauh berbeda dengan Viola ketika tahu bahwa Marzipan tutup secara permanen. Auden dan Viola bertemu karena sama-sama menyukai minuman cokelat Marzipan, dan mereka akhirnya memutuskan untuk mencari tahu alasan kedai Marzipan tutup secara permanen dengan mendatangi pemiliknya, Bu Elisa.
       Namun, ternyata Bu Elisa justru memberikan tantangan kepada Auden dan Viola untuk membuat minuman cokelat sendiri, karena memang tidak ada pilihan lain bagi Marzipan yang memang harus tutup permanen sebab bu Elisa akan pindah ke luar negeri.
“Kata siapa? Kalian bisa tetap meminum cokelat itu, kok. Bikin aja sendiri.” (Hal. 39)
“Kalau sudah pernah mencicipi, berarti ada kemungkinan kalian mampu membuat sendiri.” (Hal. 40)

     Tantangan tersebut akhirnya diterima oleh Viola dan Auden meskipun penuh dengan keraguan, Viola sendiri tidak pernah bisa akur dengan urusan dapur, ia biasanya hanya memasak masakan instan untuk makan sehari-hari, tetapi demi mendapatkan rasa cokelat yang mirip dengan minuman cokelat Marzipan ia akan berusaha berdamai dengan dapur.
    Bu Elisa memang tidak bersedia memberitahu bahan-bahan minuman cokelat Marzipan, tetapi beliau bersedia membimbing mereka berdua seminggu sekali sebelum berangkat ke luar negeri. Demi merasakan lagi surga kelezatan minuman cokelat Marzipan, mau tidak mau Viola dan Auden jadi sering berinteraksi melalui telepon maupun pertemuan. Keduanya saling bertukar resep dan juga perlahan ada rasa yang tumbuh diantara keduanya.
“Apa pun yang dikerjakan dengan tujuan sedangkal itu, tidak akan bisa berakhir dengan manis. Kalian harus menikmati prosesnya. Menikmati eksperimen-eksperimen itu. Menikmati menghirup aroma cokelat, menikmati menuangkannya ke cangkir, merasakan cokelat yang kalian seduh.” (Bu Elisa – Hal. 65)

“Selezat apa pun bahannya, kalau kalian nggak meracik dengan sepenuh hati, hasilnya akan hambar. Dan, rasa cokelat kalian tidak akan jauh-jauh dari level ‘not bad’.” (Bu Elisa – Hal. 66)

       Rasa minuman cokelat Viola belum juga semirip Marzipan, Viola justru terjebak masalah dengan Auden dan Reagan, selain itu, orangtua Viola datang berkunjung menambah masalah yang harus dihadapi Viola. 
“Yah, Bun. Sebenarnya ada masalah apa? Kenapa tiba-tiba datang?.” (Hal. 91)
 
“… Kenapa sekarang Viola begitu sedih mengetahui Auden mungkin marah besar kepadanya, gara-gara Viola lah yang memulai drama kakak-beradik ini?.” (Hal. 165)
***
      Heartwarming Chocolate adalah novel ketiga dari seri Yummylit yang saya baca. Saya suka jalan cerita yang disajikan oleh seri Yummylit, menggabungkan konsep makanan ke dalam cerita kehidupan sehari-hari. Heartwarming Chocolate sesuai dengan judulnya, kali ini pembaca diajak untuk menjelajah bersama cokelat.
       Awalnya saya mengira pembaca akan diajak untuk menikmati cerita romantis antara Viola dan Auden, tetapi ternyata saya salah. Novel ini justru menurut saya lebih kental tema kekeluargaannya, meskipun begitu, saya menyukai jalan ceritanya, karena cinta memang tidak melulu mengenai tokoh utama saja, di sini banyak bentuk cinta yang ditampilkan.  Cerita romance-nya pun mengalir dengan sederhana dan tidak dipaksakan, beriringan dengan penyelesaian permasalahan keluarga yang membelit tokoh utamanya.
      Alur cerita menggunakan alur maju, sesekali menggunakan flashback untuk mempertegas beberapa kejadian. Karakter di dalam novel ini berkembang sesuai dengan alur, Viola memiliki karakter sebagai perempuan yang kuat dan sosok perempuan yang pengertian. Auden digambarkan sebagai karakter laki-laki yang tertutup tetapi memiliki hati yang baik. Sedangkan Bu Elisa memiliki karakter khas keibuan yang cocok sekali berada diantara Viola dengan Auden sebagai penghubung mereka. Ada juga Reagan yang memiliki karakter tidak jauh berbeda dengan Auden. Sedangkan Olav memiliki karakter yang ceplas ceplos dan suka sekali berbuat ulah menjaili sang kakak.
        Saya menyukai  bagaimana hangatnya hubungan persaudaraan yang terjalin antara Viola dengan Olav, meskipun seringkali berantem seperti kucing dan tikus serta terkesan tidak akur, tetapi saya justru merasakan bahwa keduanya saling menjaga dan melindungi sebagai kakak dan adik. Oh iya, di awal cerita saya mengira kalau Olav ini adalah perempuan, tetapi ternyata laki-laki 😅 Naah, makanya hubungan antara Viola dengan Olav menjadi hal yang saya suka karena mirip seperti hubungan antara saya dan adik saya yang tidak jauh berbeda seperti mereka berdua.😊
         Oh iya, ada satu bagian yang kurang sreg buat saya yaitu saat Viola tidak sengaja mengirimi Auden email, hmm agak maksa aja bagian itu kalau menurut saya. Tapi tenang saja, bagian lainnya cukup menjanjikan koq dan bagus sehingga novel ini memang layak untuk dibaca, apalagi buat kamu yang sangat menyukai cokelat.
       Membaca novel ini membuat saya ingin membuat minuman cokelat sendiri, benar-benar deh berhasil mempengaruhi pembaca untuk segera menikmati secangkir cokelat panas ataupun cokelat dingin 😋. Penulis juga menyajikan beberapa resep percobaan cokelat yang dilakukan oleh Auden dan Viola, juga mencantumkan beberapa website yang menampilkan resep untuk membuat minuman cokelat. 


Selamat Membaca. Jangan lupa siapkan secangkir minuman coklatmu yaa~
 
 
Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Baca Buku Prisca dalam #bacabukuprisca