Minggu, 30 Agustus 2015

Perjalanan 10 Hari untuk Cerita di Masa Depan


Assalamu'alaikum..
haiii haiii~ :D
Beberapa saat lalu, tepatnya tanggal 14 Agustus - 24 Agustus 2015 aku berkesempatan menjadi volunteer pengajar di event Mari Mengajar 4 yang diadakan oleh FORKOMA UI. Naah, sebenernya sih pengen banget ceritain dari awal proses ikut seleksinya dan pelatihannya hingga hari H-nya, tapi namanya juga manusia, yaa gitu deh, belum sempat nulis semuanya hehehe. Dan kebetulan, malam ini deadline akhir pengiriman cerita yang paling berkesan selama 10 hari di desa Cipedang tersebut, sebenernya semuanya berkesan tapi maksimal 1000 kata :D, akhirnya untuk sementara waktu aku kirimin cerita ini ke blog juga deh.. Lain kali, kalo ada kesempatan baru diceritain semuanya.. :)) Selamat membaca, mohon maaf kalo kurang berkenan, Salam MM4, Mari Menginspirasi dengan Caramu~~~~~



Perjalanan 10 Hari untuk Cerita di Masa Depan

            Mengarungi perjalanan darat yang cukup melelahkan, –8 jam lebih- perjalanan dari Masjid Agung Serang menuju Desa Cipedang, kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak-Banten. Perjalanan darat yang mampu menciptakan goyangan ke atas dan ke bawah layaknya naik kapal laut, padahal kali ini aku sedang tidak naik kapal laut, melainkan menumpang di Dalmas nomor 03 yang memang telah disediakan oleh panitia. Kami sampai di Desa Cipedang ketika hari sudah mulai malam, jadi aku sendiri belum terlalu menyadari suasana di desa ini --yang aku tahu-- inilah Desa tempat aku dan teman-teman akan mengabdi selama 10 hari, dan disaat yang sama aku juga baru sadar bahwa signal internet di hp tidak ada, beruntungnya signal sms dan telpon tetap ada. Tapi tak apa, dengan tidak adanya signal internet maka pengabdian ini akan menjadi semakin mengasyikkan, kembali tidak bergantung dengan internet.

            Namaku Risyca Nova Pujiastuti, Alhamdulillah aku berkesempatan untuk menjadi salah satu volunteer pengajar di SDN 03 Cipedang, tepatnya mengajar di kelas 2 SD bersama partner volunteer lainnya yaitu Hafidz Hasbi Ash Shidieqy. Banyak suka dan duka selama menjadi volunteer pengajar disana, dan semua cerita yang kami ciptakan bersama anak-anak merupakan cerita yang sangat berkesan. Volunter pengajar yang turun di SDN 03 Cipedang berjumlah 12 orang ditambah 2 orang tim pendidikan dari panitia, untuk mengajar di SDN 03 Cipedang kami semua harus menempuh perjalanan  yang lumayan jauh ditambah adanya jembatan goyang yang cukup ekstrim, total waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan yaitu sekitar 30 menit. Kami berangkat pukul 06.30 dan baru kembali ke homestay panitia sekitar pukul 17.00. Meskipun begitu, kami menjalani keseharian kami dengan penuh semangat dan senyum hingga lelah pun rasanya enggan menghampiri kami, semua lelah akan lenyap ketika kami sampai di sekolah dan disambut oleh tawa riang serta senyuman polos anak-anak.

            Kelas 2 SDN 03 Cipedang hanya dihuni oleh 18 orang anak, dengan komposisi 5 orang perempuan dan 13 orang laki-laki. Tetapi, selama kami mengajar belum pernah menemui kelas dengan formasi yang lengkap, terkadang hanya 15 orang atau bahkan hanya 10 orang. Kelas 2 disini masuk siang sekitar jam 09.30, tetapi mereka sudah datang ke sekolah dari pagi hari. Sehingga, kami pun harus tetap datang pagi, yang akhirnya, di pagi hari kami seringali memberikan pelajaran tambahan berupa membaca dan menulis, atau bermain-main seperti bernyanyi dan bermain sepak bola di lapangan. Pokoknya harus ekstra tenaga kalau mengajar kelas 2 disini. Kondisi anak kelas 2 disini, sebenarnya mereka semua memang anak-anak yang aktif bahkan seringkali berantem dikelas, suka sekali menggambar, menghitung, dan membaca. Ada 3 orang anak yang seharusnya sudah kelas 3 tetapi tidak naik kelas jadi masih di kelas 2, sehingga mereka seringkali membuat ulah dengan teman-temannya dan mengganggu ketentraman kelas, tetapi namanya juga anak-anak, sehabis bertengkar yaah langsung tertawa bersama kembali. Itulah indahnya dunia anak-anak.

            Mengenal seorang anak yang bernama Alpito merupakan salah satu moment yang paling berkesan, aku masih ingat betul hari pertama ketemu Alpito ketika upacara bendera 17 Agustus di Lapangan Desa Cipedang, “ah anak ini, sungguh luar biasa, jalan kaki dari desa nya, sendirian pula.” Kataku dalam hati. Setelah mengajar satu hari dikelas 2, akhirnya aku pun tahu bahwa anak ini belum bisa membaca dan menulis. Kami selaku volunteer pengajar kelas 2 akhirnya memutuskan untuk melakukan home visit ke rumah Alpito. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibunya, ada beberapa hal yang harus di perhatikan, Alpito merupakan anak pertama dan mempunyai 3 orang adik, jaraknya sangat dekat hanya sekitar 1,5 tahun antar anaknya. Alpito sendiri seharusnya sudah kelas 4 SD, dia sudah masuk sekolah dari umur 4 tahun, tetapi sekarang ketika usianya sudah menginjak usia 7 tahun Ia masih kelas 2 SD. Ia naik kelas, tetapi juga mengalami turun kelas, Ia turun kelas dari kelas 3 SD ke kelas 2 SD. Sedih mendengar ceritanya, jika memang Ia belum mampu untuk menulis dan membaca, lantas mengapa dulu Ia naik kelas? Peritiwa turun kelas itu sepertinya lebih menyakitkan bagi seorang anak. Pantas saja, seringkali aku mendengar teman-temannya mengejek bahwa “percuma saja bu ngajarin dia, dia mah bodo, teu bisa-bisa”. Bahkan aku yang sudah dewasa saja mendengarnya tidak sanggup, lalu bagaimana perasaan anak ini?.

            Dan yang membuat kesedihan itu bertambah adalah ketika, sang Ibu nya pun sudah menyerah dengan kemampuan anaknya. Ibunya berkata bahwa beliau memang tidak memiliki waktu untuk mengajari sang Anak karena memang anak-anaknya banyak dan masih sangat kecil, sang Ibu pun sudah pasrah dengan anaknya, walaupun begitu beliau tetap berharap agar anaknya kelak bisa membaca dan menulis. Kami sebagai pengajar Alpito hanya bisa memberikan nasihat semampunya dan pemahaman kepada orangtuanya agar lebih memperhatikan anaknya, dan kami berharap semoga beliau tidak menyerah dengan anaknya, karena sesungguhnya Alpito hanya membutuhkan sosok orang yang mau mendukungnya, agar Ia tidak menyerah untuk sekolah dan tidak minder dengan teman-temannya.

            Ibu Alpito juga sempat bercerita bahwa akhir-akhir ini Alpito lebih rajin berangkat ke sekolah, semangat bangun pagi, dan rajin belajar di rumah, karena Alpito bercerita bahwa di sekolah Ia memiliki dua guru baru, dan itu membuatnya semangat untuk datang ke sekolah. Ah, mendengar cerita itu, dihatiku terselip rasa bersalah, sungguh, kami hanya sebentar disini dan itu pun aku yakin belum mampu memberikan apa-apa kepada mereka, bahkan belum mampu mengubah Alpito menjadi pintar. Selain alpito, ada juga Didin & Saroh yang sudah pandai berhitung dan membaca, Pauzy yang tidak pernah menyerah untuk belajar menghitung—aku terharu mengajari Ia pertama kali penjumlahan--, Tiara yang selalu minta diberikan soal pengurangan, Nadi, Yusup, Supri, Galang, Murni, April, dan semuanya. Semoga selepas kepergian kami, anak-anak ini khususnya Alpito tetap rajin dan semangat bersekolah untuk kelak memajukan masa depan desa mereka. :)
            Setelah berdebat dan berpikir panjang, akhirnya kami berdua memutuskan untuk menampilkan Pensi berupa Live Art Sipuhan, dan sungguh kami bangga kepada mereka, atas pencapainnya menjadi yang terbaik. Dan Aku secara pribadi terharu mendengar puisi yang dibacakan oleh Didin. Berakhirnya pentas seni, maka inilah akhir dari perjalanan kami sebagai pengajar di kelas 2 SDN 03 Cipedang. Terimakasih partner mengajar, kerjasama kita Alhamdulillah memuaskan. Terimakasih anak-anak karena telah mengispirasi kami, tetaplah semangat belajar dan mengejar cita-cita. Kami mohon maaf karena hanya mampu sebentar membersamai kalian. :) [R]