Assalamu'alaikum..
haiii haiii~ :D
Beberapa saat lalu, tepatnya tanggal 14 Agustus - 24 Agustus 2015 aku berkesempatan menjadi volunteer pengajar di event Mari Mengajar 4 yang diadakan oleh FORKOMA UI. Naah, sebenernya sih pengen banget ceritain dari awal proses ikut seleksinya dan pelatihannya hingga hari H-nya, tapi namanya juga manusia, yaa gitu deh, belum sempat nulis semuanya hehehe. Dan kebetulan, malam ini deadline akhir pengiriman cerita yang paling berkesan selama 10 hari di desa Cipedang tersebut, sebenernya semuanya berkesan tapi maksimal 1000 kata :D, akhirnya untuk sementara waktu aku kirimin cerita ini ke blog juga deh.. Lain kali, kalo ada kesempatan baru diceritain semuanya.. :)) Selamat membaca, mohon maaf kalo kurang berkenan, Salam MM4, Mari Menginspirasi dengan Caramu~~~~~
Perjalanan 10 Hari untuk Cerita di Masa Depan
Mengarungi perjalanan darat yang
cukup melelahkan, –8 jam lebih- perjalanan dari Masjid Agung Serang menuju Desa
Cipedang, kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak-Banten. Perjalanan darat yang
mampu menciptakan goyangan ke atas dan ke bawah layaknya naik kapal laut,
padahal kali ini aku sedang tidak naik kapal laut, melainkan menumpang di
Dalmas nomor 03 yang memang telah disediakan oleh panitia. Kami sampai di Desa
Cipedang ketika hari sudah mulai malam, jadi aku sendiri belum terlalu
menyadari suasana di desa ini --yang aku tahu-- inilah Desa tempat aku dan
teman-teman akan mengabdi selama 10 hari, dan disaat yang sama aku juga baru
sadar bahwa signal internet di hp tidak ada, beruntungnya signal sms dan telpon
tetap ada. Tapi tak apa, dengan tidak adanya signal internet maka pengabdian
ini akan menjadi semakin mengasyikkan, kembali tidak bergantung dengan
internet.
Namaku Risyca Nova Pujiastuti,
Alhamdulillah aku berkesempatan untuk menjadi salah satu volunteer pengajar di
SDN 03 Cipedang, tepatnya mengajar di kelas 2 SD bersama partner volunteer
lainnya yaitu Hafidz Hasbi Ash Shidieqy. Banyak suka dan duka selama menjadi
volunteer pengajar disana, dan semua cerita yang kami ciptakan bersama
anak-anak merupakan cerita yang sangat berkesan. Volunter pengajar yang turun
di SDN 03 Cipedang berjumlah 12 orang ditambah 2 orang tim pendidikan dari
panitia, untuk mengajar di SDN 03 Cipedang kami semua harus menempuh
perjalanan yang lumayan jauh ditambah
adanya jembatan goyang yang cukup ekstrim, total waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan perjalanan yaitu sekitar 30 menit. Kami berangkat pukul 06.30 dan
baru kembali ke homestay panitia
sekitar pukul 17.00. Meskipun begitu, kami menjalani keseharian kami dengan
penuh semangat dan senyum hingga lelah pun rasanya enggan menghampiri kami,
semua lelah akan lenyap ketika kami sampai di sekolah dan disambut oleh tawa
riang serta senyuman polos anak-anak.
Kelas 2 SDN 03 Cipedang hanya dihuni
oleh 18 orang anak, dengan komposisi 5 orang perempuan dan 13 orang laki-laki.
Tetapi, selama kami mengajar belum pernah menemui kelas dengan formasi yang
lengkap, terkadang hanya 15 orang atau bahkan hanya 10 orang. Kelas 2 disini
masuk siang sekitar jam 09.30, tetapi mereka sudah datang ke sekolah dari pagi
hari. Sehingga, kami pun harus tetap datang pagi, yang akhirnya, di pagi hari
kami seringali memberikan pelajaran tambahan berupa membaca dan menulis, atau
bermain-main seperti bernyanyi dan bermain sepak bola di lapangan. Pokoknya
harus ekstra tenaga kalau mengajar kelas 2 disini. Kondisi anak kelas 2 disini,
sebenarnya mereka semua memang anak-anak yang aktif bahkan seringkali berantem
dikelas, suka sekali menggambar, menghitung, dan membaca. Ada 3 orang anak yang
seharusnya sudah kelas 3 tetapi tidak naik kelas jadi masih di kelas 2,
sehingga mereka seringkali membuat ulah dengan teman-temannya dan mengganggu
ketentraman kelas, tetapi namanya juga anak-anak, sehabis bertengkar yaah
langsung tertawa bersama kembali. Itulah indahnya dunia anak-anak.
Mengenal seorang anak yang bernama
Alpito merupakan salah satu moment yang paling berkesan, aku masih ingat betul
hari pertama ketemu Alpito ketika upacara bendera 17 Agustus di Lapangan Desa
Cipedang, “ah anak ini, sungguh luar biasa, jalan kaki dari desa nya, sendirian
pula.” Kataku dalam hati. Setelah mengajar satu hari dikelas 2, akhirnya aku
pun tahu bahwa anak ini belum bisa membaca dan menulis. Kami selaku volunteer
pengajar kelas 2 akhirnya memutuskan untuk melakukan home visit ke rumah Alpito. Berdasarkan hasil wawancara dengan
ibunya, ada beberapa hal yang harus di perhatikan, Alpito merupakan anak
pertama dan mempunyai 3 orang adik, jaraknya sangat dekat hanya sekitar 1,5
tahun antar anaknya. Alpito sendiri seharusnya sudah kelas 4 SD, dia sudah
masuk sekolah dari umur 4 tahun, tetapi sekarang ketika usianya sudah menginjak
usia 7 tahun Ia masih kelas 2 SD. Ia naik kelas, tetapi juga mengalami turun
kelas, Ia turun kelas dari kelas 3 SD ke kelas 2 SD. Sedih mendengar ceritanya,
jika memang Ia belum mampu untuk menulis dan membaca, lantas mengapa dulu Ia
naik kelas? Peritiwa turun kelas itu sepertinya lebih menyakitkan bagi seorang
anak. Pantas saja, seringkali aku mendengar teman-temannya mengejek bahwa
“percuma saja bu ngajarin dia, dia mah bodo, teu bisa-bisa”. Bahkan aku yang
sudah dewasa saja mendengarnya tidak sanggup, lalu bagaimana perasaan anak
ini?.
Dan yang membuat kesedihan itu
bertambah adalah ketika, sang Ibu nya pun sudah menyerah dengan kemampuan
anaknya. Ibunya berkata bahwa beliau memang tidak memiliki waktu untuk
mengajari sang Anak karena memang anak-anaknya banyak dan masih sangat kecil,
sang Ibu pun sudah pasrah dengan anaknya, walaupun begitu beliau tetap berharap
agar anaknya kelak bisa membaca dan menulis. Kami sebagai pengajar Alpito hanya
bisa memberikan nasihat semampunya dan pemahaman kepada orangtuanya agar lebih
memperhatikan anaknya, dan kami berharap semoga beliau tidak menyerah dengan
anaknya, karena sesungguhnya Alpito hanya membutuhkan sosok orang yang mau
mendukungnya, agar Ia tidak menyerah untuk sekolah dan tidak minder dengan
teman-temannya.
Ibu Alpito juga sempat bercerita
bahwa akhir-akhir ini Alpito lebih rajin berangkat ke sekolah, semangat bangun
pagi, dan rajin belajar di rumah, karena Alpito bercerita bahwa di sekolah Ia
memiliki dua guru baru, dan itu membuatnya semangat untuk datang ke sekolah.
Ah, mendengar cerita itu, dihatiku terselip rasa bersalah, sungguh, kami hanya sebentar
disini dan itu pun aku yakin belum mampu memberikan apa-apa kepada mereka,
bahkan belum mampu mengubah Alpito menjadi pintar. Selain alpito, ada juga
Didin & Saroh yang sudah pandai berhitung dan membaca, Pauzy yang tidak
pernah menyerah untuk belajar menghitung—aku terharu mengajari Ia pertama kali
penjumlahan--, Tiara yang selalu minta diberikan soal pengurangan, Nadi, Yusup,
Supri, Galang, Murni, April, dan semuanya. Semoga selepas kepergian kami,
anak-anak ini khususnya Alpito tetap rajin dan semangat bersekolah untuk kelak
memajukan masa depan desa mereka. :)
Setelah
berdebat dan berpikir panjang, akhirnya kami berdua memutuskan untuk
menampilkan Pensi berupa Live Art Sipuhan,
dan sungguh kami bangga kepada mereka, atas pencapainnya menjadi yang terbaik.
Dan Aku secara pribadi terharu mendengar puisi yang dibacakan oleh Didin.
Berakhirnya pentas seni, maka inilah akhir dari perjalanan kami sebagai
pengajar di kelas 2 SDN 03 Cipedang. Terimakasih partner mengajar, kerjasama
kita Alhamdulillah memuaskan. Terimakasih anak-anak karena telah mengispirasi kami,
tetaplah semangat belajar dan mengejar cita-cita. Kami mohon maaf karena hanya
mampu sebentar membersamai kalian. :) [R]